Mengatasi Bahaya Kebakaran
Mengatasi Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran adalah suatu bencana api yang sangat berbahaya dan tidak kita kehendaki, karena dapat memusnahkan harta atau jiwa manusia. Baik pemimpin perusahaan maupun kepala bengkel telah mengetahui serta memahami akan pentingnya tindakan pencegahan kecelakaan pada suatu pekerjaan dan tempat kerja.
Jenis api kebakaran dapat dibedakan berdasarkan penggolongan menurut kelas-kelasnya yang antara lain sebagai berikut.
• Api kelas A, yaitu api dari kebakaran benda-benda padat. Misalnya: kayu, kertas, dan sebagainya.
• Api kelas B, yaitu api dari kebakaran bahan-bahan cair. Misalnya: bensin, minyak, dan sebagainya.
• Api kelas C, yaitu api dari kebakaran bahan-bahan gas. Misalnya: asetilin, LPG, LNG, dan sejenis gas lainnya.
• Api kelas D, yaitu api dari kebakaran aliran listrik.
• Api kelas E, yaitu api dari kebakaran bahan logam.
2. Bahan atau benda yang mudah terbakar.
Beberapa bahan atau benda yang mudah terbakar antara lain sebagai berikut:
• Bahan padat, seperti kayu, bambu, kertas, tekstil, karet, dan sebagainya.
• Bahan cair, seperti minyak lampu, solar, asam belerang, dan sebagainya.
• Bahan gas, seperti gas hidrogen, gas LBG, dan sebagainya.
3. Sebab-sebab kebakaran
Berikut ini merupakan berbagai penyebab terjadinya peristiwa kebakaran.
• Penyalaan sendiri tampa disengaja.
• Perbuatan sengaja
• Mesin-mesin yang digunakan
• Krosluiting listrik
• Gerakan alam
• Disambar petir
4. Cara pemadaman kebakaran
Cara melakukan pemadaman pada prinsipnya sebagai berikut:
1. Dengan cara isolasi, yaitu memutuskan atau menutup hubungan antara benda luar dengan benda yang terbakar.
2. Dengan cara pendinginan, yaitu dengan menyerap panas menggunakan air atau lumpur.
3. Dengan cara urai, yaitu dengan memindahkan sejauh mungkin benda-benda yang belum terbakar sehingga api tidak dapat menjalar lebih lanjut.
5. Alat-alat pemadaman kebakaran
Alat pemadaman kebakaran biasanya berupa tabung yang dicat merah. Bahan pengisi tabung dapat bermacam-macam, seperti yang akan diuraikan berikut ini.
• Air
Termasuk pemadam kebakaran golongan A.
• Busa
Pemadaman api berupa busa sangat efektif untuk mengatasi kebakaran golongan A dan golongan B.
• CO2
Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan A, B, dan C.
• Serbuik kimia
Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan A, B, C dan D.
• Pasir
Dapat digunakan untuk memadamkan api pada semua jenis kebakaran, terutama pada kebakaran bahan padat. Pasir merupakan alat pemadam kebakaran yang tidak berbahaya da mudah menggunakannya.
• Karung basah
Karung yang basah dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran kecil untuk golongan A dan B. Jangan digunakan untuk kebakaran akibat listrik, sebab berbahaya dan pemakai akan terkena setrum.
• Alat penyembur
Alat ini dibuat oleh pabrik, berbentuk tabung, dan biasanya mempunyai:
Cairan racun api
Cairan soda oksid
Cairan berbentuk busa (seperti busa sabun)
Bubuk kimia kering.
Biasanya alat semacam ini disetiap perusahaan atau perbengkelan, pompa bensin, ruangan-ruangan kantor, selalu tersedia dan dipasang di tempat-tempat yang mudah dijangkau.
Bahaya kebakaran adalah suatu bencana api yang sangat berbahaya dan tidak kita kehendaki, karena dapat memusnahkan harta atau jiwa manusia. Baik pemimpin perusahaan maupun kepala bengkel telah mengetahui serta memahami akan pentingnya tindakan pencegahan kecelakaan pada suatu pekerjaan dan tempat kerja.
Jenis api kebakaran dapat dibedakan berdasarkan penggolongan menurut kelas-kelasnya yang antara lain sebagai berikut.
• Api kelas A, yaitu api dari kebakaran benda-benda padat. Misalnya: kayu, kertas, dan sebagainya.
• Api kelas B, yaitu api dari kebakaran bahan-bahan cair. Misalnya: bensin, minyak, dan sebagainya.
• Api kelas C, yaitu api dari kebakaran bahan-bahan gas. Misalnya: asetilin, LPG, LNG, dan sejenis gas lainnya.
• Api kelas D, yaitu api dari kebakaran aliran listrik.
• Api kelas E, yaitu api dari kebakaran bahan logam.
2. Bahan atau benda yang mudah terbakar.
Beberapa bahan atau benda yang mudah terbakar antara lain sebagai berikut:
• Bahan padat, seperti kayu, bambu, kertas, tekstil, karet, dan sebagainya.
• Bahan cair, seperti minyak lampu, solar, asam belerang, dan sebagainya.
• Bahan gas, seperti gas hidrogen, gas LBG, dan sebagainya.
3. Sebab-sebab kebakaran
Berikut ini merupakan berbagai penyebab terjadinya peristiwa kebakaran.
• Penyalaan sendiri tampa disengaja.
• Perbuatan sengaja
• Mesin-mesin yang digunakan
• Krosluiting listrik
• Gerakan alam
• Disambar petir
4. Cara pemadaman kebakaran
Cara melakukan pemadaman pada prinsipnya sebagai berikut:
1. Dengan cara isolasi, yaitu memutuskan atau menutup hubungan antara benda luar dengan benda yang terbakar.
2. Dengan cara pendinginan, yaitu dengan menyerap panas menggunakan air atau lumpur.
3. Dengan cara urai, yaitu dengan memindahkan sejauh mungkin benda-benda yang belum terbakar sehingga api tidak dapat menjalar lebih lanjut.
5. Alat-alat pemadaman kebakaran
Alat pemadaman kebakaran biasanya berupa tabung yang dicat merah. Bahan pengisi tabung dapat bermacam-macam, seperti yang akan diuraikan berikut ini.
• Air
Termasuk pemadam kebakaran golongan A.
• Busa
Pemadaman api berupa busa sangat efektif untuk mengatasi kebakaran golongan A dan golongan B.
• CO2
Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan A, B, dan C.
• Serbuik kimia
Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan A, B, C dan D.
• Pasir
Dapat digunakan untuk memadamkan api pada semua jenis kebakaran, terutama pada kebakaran bahan padat. Pasir merupakan alat pemadam kebakaran yang tidak berbahaya da mudah menggunakannya.
• Karung basah
Karung yang basah dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran kecil untuk golongan A dan B. Jangan digunakan untuk kebakaran akibat listrik, sebab berbahaya dan pemakai akan terkena setrum.
• Alat penyembur
Alat ini dibuat oleh pabrik, berbentuk tabung, dan biasanya mempunyai:
Cairan racun api
Cairan soda oksid
Cairan berbentuk busa (seperti busa sabun)
Bubuk kimia kering.
Biasanya alat semacam ini disetiap perusahaan atau perbengkelan, pompa bensin, ruangan-ruangan kantor, selalu tersedia dan dipasang di tempat-tempat yang mudah dijangkau.
MENGHINDARI BAHAYA LISTRIK
Listrik sangat berbahaya bahkan dapat berujung pada kematian jika salah dalam penggunaannya. Berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi tips untuk menghindari bahaya listrik.
- Jangan bermain layang-layang di sekitar jaringan kabel listrik.
- Perhatikan putra-putri Anda di rumah, jangan biarkan mereka memainkan kabel atau stop kontak listrik.
- Jangan lupa Anda mematikan setrika, bila tidak dipakai.
- Jangan membakar sampah tepat di bawah jaringan kabel listrik.
- Jangan menyambung sekering yang telah putus dengan serabut kawat, gantilah dengan yang baru.
- Putuskan aliran listrik dari Alat Pembatas dan Pengukur (APP) bila rumah Anda kebanjiran/kebakaran.
- Potonglah ranting pohon bila menyentuh kabel listrik di sekitar rumah Anda.
- Jangan mengaliri arus listrik pada pagar rumah Anda, demi alasan keamanan.
- Jangan menangkap ikan di empang dengan cara menggunakan aliran listrik ke dalam empang.
- Periksa dan gantilah instalasi listrik rumah Anda jika telah berumur 5 tahun.
- Jika Anda melihat kabel putus pada tiang listrik, jangan disentuh sebaiknya menjauhlah dan laporkan secepatnya ke Kantor Area Pelayanan PT PLN (Persero) terdekat.
PERTOLONGAN TERHADAP KORBAN SENGATAN ARUS LISTRIK
Listrik sangat berbahaya bahkan dapat berujung pada kematian jika salah dalam penggunaannya. Berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi tips untuk menghindari bahaya listrik.
- Akibat dari sengatan aliran listrik
- Jantung berhenti berdenyut.
- Otot berkontraksi (mengerut).
- Pernafasan terhenti dimana pusat saraf di otak yang mengatur pernafasan lumpuh.
- Luka bakar.
- Perawatan
- Minta pertolongan (berteriak).
- Matikan listrik (putuskan hubungan/kontak).
- Amankan penderita dari bahaya fisik yang langsung.
- Periksa denyut nadi dan pernafasan serta rawat si korban seperlunya.
- Bila pernafasan dan denyut nadi sudah pulih, rawatlah luka bakar atau luka lainnya bila ada.
- Pindahkan korban ke lokasi yang aman untuk perawatan selanjutnya.
- Korban perlu selalu ditunggui selama tim dokter menangani korban.
- Langkah-langkah Yang Dilakukan
- Amankan korban dari bahaya.
- Usahakan jalan udara untuk pernafasan lancar.
- Bila ada muntah/darah atau benda lain di mulut korban, keluarkan segera.
- Telentangkan si korban, tekuk kepalanya ke belakang, tarik rahangnya ke depan agar lidah tidak menutup lubang tenggorokan.
- Lakukan pernafasan mulut ke mulut 3 - 4 kali secepat mungkin.
- Pulihkan fungsi jantung dengan melakukan urutan jantung (cardiac resuscitation).
- Untuk orang dewasa : Frekuensi pengurutan dilakukan 60 kali setiap menit
- Untuk anak kecil :Frekuensi pengurutan dilakukan 90 kali setiap menit
- Hindari tekanan yang terlalu keras agar tidak mengakibatkan tulang rusuk korban rusak.
- Upayakan pemulihan denyut nadi maupun pernafasan.
- Pernafasan mulut ke mulut
- Telentangkan si korban, tekuk kepalanya ke belakang.
- Buka mulut dan tarik nafas Anda, kemudian tutup mulut dan tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya sampai rongga paru-paru terangkat.
- Pijit hidungnya agar udara yang ditiupkan tidak keluar.
- Amati turunnya dada kembali.
- Faktor penentu adalah kecepatan dalam bertindak, karena itu 3 atau 4 kali peniupan pertama dilakukan secepat mungkin.
- Penipuan selanjutnya diulang lebih kuarng 10 kali setiap menit.
- Bila paru-paru tidak mengembang, segera periksa mulut, hidung atau kerongkongan.
- Untuk anak kecil : seyogianya mulut si penolong mencakup hidung dan mulut korban, dengan frekuensi 20 kali setiap menit.
- Bila satu dan lain hal, sipenolong tidak dapat meniup melalui mulut, maka dapat dilakukan peniupan melalui hidung.
Arus yang mengalir melalui tubuh (tersengat listrik) dapat mengakibatkan :
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Oleh : Ragil Setiyabudi, S.KM
A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
1. Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
2. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
3. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
4. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1. Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen ; departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;
1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.
2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;
1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja
2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
2. Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
a. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
d. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
e. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
f. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
g. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
a. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
b. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.
c. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
C. Kecelakaan kerja
1. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2. Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).
a. Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b) kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c) stress
d) motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
b) tidak cukup rekayasa (engineering)
c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang
d) tidak cukup perawatan (maintenance)
e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
f) tidak cukup standard-standard kerja
g) penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c) Terlalu sesak/sempit
d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h) Bising
i) Paparan radiasi
j) Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
3. Data-data tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. "Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja," ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
D. Ergonomi
1. Pengertian
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003)
2. Ruang lingkup ergonomi
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002) ;
a. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau mengangkut.
b. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja.
Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
1) Berdiri
a) Tinggi badan berdiri
b) Tinggi bahu
c) Tinggi siku
d) Tinggi pinggul
e) Depa
f) Panjang lengan
2) Duduk
a) Tinggi duduk
b) Panjang lengan atas
c) Panjang lengan bawah dan tangan
d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
3) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku.
c. Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
d. Sistem manusia – mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya :
1) adanya informasi yang komunikatif
2) tombol dan alat pengendali baik
3) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.
e. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
1) Pekerja Pria
a) Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
2) Pekerja Wanita
a) Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
b) Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
c) Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
f. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive)
g. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
h. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
i. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
a) biru ; jarak jauh dan sejuk
b) hijau ; menyegarkan
c) merah ; dekat, hangat, merangsang
d) orange ; sangat dekat, merangsang.
j. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.
E. Penyakit akibat kerja
1. Pengertian
Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja menyebutkan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah :
a. Populasi pekerja
b. Penyebab spesifik
c. Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan
d. Kompensasi ada
e. Contohnya adalah keracunan Pb, Asbestosis, Silikosis (Budiono, Sugeng. 2003)
2. Jenis Penyakit Akibat Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER- 01/MEN/1981 mencantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan Keputusan Presiden RI No 22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja memuat jenis penyakit yang sama, ditambah ; ‘penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.” Jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah ;
a. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
b. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.
c. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis)
d. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
e. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.
f. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.
g. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
h. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
i. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
j. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
k. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
l. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
m. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
n. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
o. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
p. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
q. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
r. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.
s. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
t. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
u. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
v. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
w. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
x. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
y. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.
z. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.
å. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu adri zat tersebut.
ä. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes
ö. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
aa. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi.
bb. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
3. Diagnosis spesifik Penyakit Akibat Kerja
Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) :
a. Anamnesis/wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, keluhan.
b. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)
1) Sejak pertama kali bekerja.
2) Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3) Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
c. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja.
1) waktu bekerja gejala timbul/lebih berat, waktu tidak bekerja/istirahat gejala berkurang/hilang.
2) Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
3) Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan.
d. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan
1) gejala dan tanda mungkin tidak spesifik
2) pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.
3) dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik.
e. Pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik
1) Misal : pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan standard ILO)
2) Pemeriksaan audiometri
3) Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/urine.
f. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang memerlukan :
1) kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
2) kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada.
3) Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan.
g. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain
1) Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik, kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/penelitian yang relatif lebih lama.
2) Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi)
4. Penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK
Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention deseases) pada Penyakit Akibat Kerja adalah (Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) :
a. Health Promotion (peningkatan kesehatan)
Misalnya : pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
b. Specific Protection ( perlindungan khusus)
Misalnya : imunisasi, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan tepat)
Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Misalnya : memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan.
e. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
Misalnya : rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.
5. Fungsi dan Tugas Perawat dalam K3
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :
a. Fungsi
1) Mengkaji masalah kesehatan
2) Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
3) Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
4) Penilaian
b. Tugas
1) Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
2) Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
3) Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
4) Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
5) Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
6) Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
7) Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
8) Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja.
9) Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
10) Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
Kepustakaan :
Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2. Jakarta : EGC, 1998.
Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
Pusat Kesehatan kerja dalam www.depkes.go.id
Rachman, Abdul, et al, 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi, Jakarta : Depkes RI, Pusdiknakes.
Setyaningsih, Yuliani, 2002. Pengantar ergonomi dalam Kumpulan Materi Kuliah Program Matrikulasi. Semarang : FKM UNDIP
Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
Sumakmur, 1988, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Haji Masagung.
Sumakmur, 1993. Keselamatan dan pencegahan kecelakaan. Jakarta : Haji Masagung.
www.gatra.com
Soal Latihan :
1. Sebutkan pengertian, tujuan dan ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja !
2. Jelaskan kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global !
3. Sebutkan dan jelaskan pengertian dan penyebab kecelakaan kerja !
4. Sebutkan pengertian dan rung lingkup ergonomi !
5. Sebutkan pengertian, jenis, dan diagnosis spesifik penyakit akibat kerja !
6. Sebutkan dan jelaskan penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK
7. Sebutkan Fungsi dan Tugas Perawat dalam K3